Penghargaan Diri
Ketakutan untuk gagal, kebanyakan datang dari salah pilih nilai-nilai yang buruk. Contohnya, jika saya mengukur diri saya dengan standar “membuat siapapun yang saya temui menyukai saya,” saya akan menjadi cemas, karena kegagalan 100% ditentukan oleh tindakan orang lain, bukan tindakan saya sendiri. Saya tidak memiliki kendali, karena penghargaan diri saya ada pada belas kasih penilaian orang lain.
— — — — — —
Paragraf diatas, adalah penggalan dari salah satu buku yang sedang aku baca. Kalimat ini, membawaku ke dalam refleksi yang cukup dalam. Memang benar, kita sering menyimpan kebahagiaan pada orang lain. Hal ini berkaitan dengan tulisanku kemarin sebetulnya, menjadi bahagia atau tidak, semuanya ada di dalam diri kita, kita bebas menentukan hal itu.
Dengan membaca beberapa buku dan melakukan refleksi, akhirnya aku menyadari apa sih yang sering bikin aku kecewa selama ini, dan jawabannya cuma satu, karena aku menggantungkan kebahagiaanku pada orang lain. Bukan materi atau mengharapkan kejadian tertentu tapi dari orang lain. Misalnya aku membuat sebuah karya, aku mengharapkan dapat pujian dari A, mengharapkan tanggapan positif dan lain sebagainya, yang akhirnya membawaku masuk ke jurang lain, disaat tidak ada orang yang memuji atau bahkan mengatakan hal negatif pada karyaku.
Dan hal itu selain berpengaruh terhadap karyaku selanjutnya yang tidak maksimal, aku jadi kesal misalnya dengan orang yang mengabaikan karyaku, padahal mungkin memang orang itu hanya memberikan opini jujur yang harapannya bisa membangun diriku untuk menjadi lebih baik, tapi aku malah salah menangkap. Kemudian saat ada kerja kelompok bersama, aku jadi negative thinking sama dia. Padahal orang itu biasa saja, aku yang jadi membawa energi negatif. Hal itu bisa berdampak panjang, tanpa aku sadar. Tidak sehat juga untuk diriku yang terus menerus diisi dengan energi negatif.
Selain itu, karena mendapat opini kurang baik dari orang lain, aku seringkali merasa tidak berguna, tidak berharga. Padahal penghargaan diri kita, tidak ditentukan oleh orang lain, tapi ditentukan oleh diri sendiri. Orang lain hanya melihat kehidupan kita dari luarnya saja, tidak tahu dalamnya seperti apa. Seperti buah yang hanya kita lihat kulitnya sja, dari luar terlihat bagus pasti dibeli tapi kalau sudah jelek ga akan ada yang beli. Orang akan banyak yang berusaha menjatuhkan kita, namun itu semua kembali lagi ke diri kita, mau kita terima untuk dijadikan perbaikan, mau diabaikan atau diterima hanya untuk menambah energi negatif?
Dari sini aku belajar, bahwa kebahagiaan dimulai dari diri kita, kita tidak bisa menuntut orang lain untuk menyukai karya kita, suka dengan kita, mau support kita dan lain sebagainya. Tugas kita hanya satu, menjadi pribadi yang baik, yang sesuai dengan value hidup kita, tanpa menuntut hal yang yang berada di luar kendali kita.